Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) memegang peran penting dalam melindungi hak ekonomi para pencipta karya di Indonesia. Namun, di balik tugas mulianya, LMK menghadapi berbagai tantangan yang menghambat kinerja dan kepercayaan publik. Berikut lima tantangan terbesar yang dihadapi LMK saat ini:
- Kurangnya Kesadaran Publik
Banyak pengguna karya musik, tulisan, atau visual belum memahami kewajiban mereka untuk membayar royalti. Edukasi yang minim membuat pelanggaran hak cipta sering dianggap sepele. - Sistem Distribusi Royalti yang Kurang Transparan
Salah satu kritik terbesar terhadap LMK adalah distribusi royalti yang tidak jelas. Pencipta sering kali tidak tahu berapa banyak karyanya digunakan dan bagaimana hitungan pembagian hasilnya. - Fragmentasi Antar-LMK
Di Indonesia, terdapat beberapa LMK yang mewakili jenis karya berbeda. Sayangnya, koordinasi antar-LMK masih minim, sehingga terjadi tumpang tindih klaim dan kebingungan dalam perizinan. - Minimnya Teknologi Pendukung
Pengelolaan data penggunaan karya dan distribusi royalti membutuhkan sistem digital yang canggih. Namun, banyak LMK masih menggunakan sistem manual atau terbatas secara teknologi. - Keterbatasan Regulasi dan Penegakan Hukum
Meskipun Undang-Undang Hak Cipta sudah ada, penegakannya belum optimal. Banyak pelanggaran tidak ditindak tegas, membuat efek jera menjadi lemah.
Pelapor Nusantara mendorong reformasi LMK agar lebih transparan, modern, dan berpihak pada pencipta. Kolaborasi antara pencipta, pemerintah, dan LMK menjadi kunci masa depan industri kreatif Indonesia yang sehat.